Pendahuluan
Dalam
penelitian, seorang periset tidak harus meriset seluruh objek yang dijadikan
pengamatan. Hal ini disebabkan keterbatasan yang dimiiki periset, baik biaya,
waktu atau tenaga. Kenyataannya kita dapat mempelajari, memprediksi, dan
menjelaskan sifat-sifat suatu objek atau fenomena hanya dengan mempelajari dan
mengamati sebagian dari objek atau fenomena tersebut. Sebagian dari keseluruhan
objek atau fenomena yang akan diamati inilah yang disebut sampel. Sedangkan
keseluruhan objek atau fenomena yang diriset disebut populasi.
Sampel
merupakan salah satu alat yang penting dalam melakukan penelitian yang
berkaitan dengan pengumpulan , analisis, dan interpretasi data yang
dikumpulkan. Sampling juga dapat menyangkut studi yang dilakukan secara rinci
terhadap sejumlah informasi yang relative kecil (sampel) yang diambil dari
suatu kelompok yang lebih besar (populasi).
Untuk
lebih jelas mengenai berbagai macam aspek yang berkaitan dengan sampling, saya
mencoba untuk menuliskan beberapa metode pengambilan sampel dalam makalah ini. Semoga
makalah ini bermanfaat untu anda.
A. Pengertian
Populasi dan Sampel
1. Pengertian
Populasi
Populasi
merujuk pada sekumpulan orang atau objek yang memiliki kesamaan dalam satu atau
beberapa hal yang membentuk masalah pokok dalam suatu penelitian. Populasi yang
akan diteliti harus didefenisikan dengan jelas sebelum penelitian dilakukan.[1] Kelompok
besar individu yang mempunyai karakteristik umum yang sama disebut populasi
(McCall,1970). Untuk kebanyakan tujuan penelitian, populasi sering diasumsikan
berukuran tak terbatas (Glass dan Hopkins, 1984). Hal ini terutama bila
populasi sangat besar sehingga tidak mungkin/sulit untuk dilakukan perhitungan
jumlah individu dalam populasi secara sempurna, meskipun jumlah mereka
sebenarnya terbatas. [2]
Populasi
adalah keseluruhan objek penelitian, dapat berupa manusia, wilayah geografi,
waktu, organisasi , kelompok, lembaga, buku, kata-kata, surat kabar, majalah
dan sebagainya. Populasi bukan sekedar jumlah yang ada pada objek, tetapi
meliputi seluruh karakteristik yang dimiliki objek yang diteliti. Contoh
manusia sebagai populasi penelitian ialah dalam judul ‘Pola penontonan televise
dan pengaruhnya terhadap kegiatan belajar anak-anak Sekolah Dasar (SD) di Kota
Medan’. Populasi penelitian ini adalah keseluruhan anak – anak SD di Kota Medan.[3]
Menurut
Sugiyono (2002:55) menyebut populasi sebagai wilayah generalisasi yang terdiri
dari objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh periset untuk dipelajari, kemudian ditarik suatu kesimpulan .[4] Objek
riset ini juga disebut satuan analisis (unit of analysis) atau unsur-unsur
populasi. Jadi, unit analisis ini merupakan unit yang akan diriset.[5]
Pengertian
lain, menyebutkan bahwa populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang
terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejal-gejala, nilai
tes, atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik
tertentu di dalam suatu penelitian (Hadari Nawawi, 1983: 141). [6]
Kaitannya dengan batasan tersebut, populasi dapat dibedakan berikut ini:
a. Populasi
terbatas atau populasi terhingga, yakni populasi yang memiliki batas kuantitatif
secara jelas karena memiliki karakteristik yang terbatas. Misalnya 5.000.000
orang guru SMA pada tahun 1985, dengan karakteristik; masa kerja 2 tahun,
lulusan program Strata 1, dan lain-lain.
b. Populasi
tak terbatas atau populasi tak terhingga, yakni populasi yang tidak dapat
ditemukan batas-batasnya, sehingga tidak dapat dinyatakan dalam bentuk jumlah
secara kuantitatif. Misalnya, guru di Indonesia, yang berarti jumlahnya harus
dihitung sejak guru pertama ada sampai sekarang dan yang akan datang.
Dalam
keadaan seperti itu jumlahnya tidak dapat dihitung, hanya dapat digambarkan
suatu jumlah objek secara kualitas dengan karakteristik yang bersifat umum
yaitu, orang-orang, dahulu, sekarang, dan yang akan menjadi guru. Populasi ini
disebut juga parameter.[7]
Populasi memiliki parameter yakni
besaran terukur yang menunjukan ciri dari populasi itu. Di antara yang kita
kenal besar-besaran: rata-rata, bentengan, rata-rata simpangan, variansi,
simpangan baku sebagai parameter populasi. Parameter suatu populasi tertentu
adalah tetap nilainya, bila nilainya itu berubah, maka berubah pula
populasinya.[8]
Selain itu, populasi dapat dibedakan
ke dalam hal berikut ini:
a. Populasi
teoretis (Theoritical population),
yakni sejumlah populasi yang batas-batasnya ditetapkan secara kualitatif.
Kemudian, agar hasil penelitian berlaku juga bagi populasi yang lebih luas,
maka ditetapkan terdiri dari guru; berumur 25 sampai dengan 40 tahun, program
S1, jalur tesis, dan lain-lain.
b. Populasi
yang tersedia (Accessible population),
yakni sejumlah populasi yang secara kuantitatif dapat dinyatakan dengan tegas. Misalnya,
guru sebanyak 250 di kota Bandung terdiri dari guru yang memiliki karakteristik
yang telah ditetapkan dalam populasi teoretis.
Di
samping itu persoalan populasi bagi suatu penelitian harus dibedakan ke dalam
sifat berikut ini:
a. Populasi
yang bersifat homogen, yakni populasi yang unsur-unsurnya memiliki sifat yang
sama, sehingga tidak perlu dipersoalkan jumlahnya secara kuantitatif. Misalnya,
seorang dokter yang akan melihat golongan darah seseorang, maka ia cukup
mengambil setetes darah aja. Dokter itu tidak perlu satu botol, sebab setetes
dan sebotol darah, hasilnya akan sama aja.
b. Populasi
yang bersifat heterogen, yakni populasi yang unsur-unsurnya memiliki sifat atau
keadaan yang bervariasi, sehingga perlu ditetapkan batas-batasnya, baik secara
kualitatif maupun secara kuantitatif. Penelitian di bidang sosial yang objeknya
manusia atau gejala-gejala dalam kehidupan manusia menghadapi populasi yang
heterogen seperti: perilaku masyarakat pada suatu desa, perilaku konsumen,
gejala kehidupan manusia.[9]
Dalam
penelitian sosial, populasi didefenisikan sebagai sekelompok subjek yang hendak
dikenai generalisasi hasil penelitian.[10]sekelompok
subjek ini harus memiliki cirri-ciri dan karakteristik bersama yang
membedakannya dari kelompok subjek yang lainnya. Semakin sedikit
karakteristiknya populasi yang diidentifikasikan, maka populasi akan semakin
heterogen, karena berbagai ciri subjek akan terdapat dalam populasi.
Sebaliknya, semakin banyak ciri subjek yang disyaratkan sebagai populasi yaitu
semakin spesifik karakteristik populasi, maka populasi itu akan menjadikan
semakin homogen.[11]
2. Pengertian
Sampel
Sampel
adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajeri semua
yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu,
maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang
di pelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk
populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul
representatif (mewakili).[12]
Sampel
merupakan bagian atau sejumlah cuplikan tertentu yang diambil dari suatu
populasi dan diteliti secara rinci. Sedangkan Sampling adalah metodologi yang
dipergunakan untuk memilih dan mengambil unsur-unsur atau anggota-anggota
populasi untuk digunakan sebagai sampel yang representatif (mewakili).[13]
Sampel
dimunculkan oleh peneliti pada suatu penelitian disebabkan karena:
1. Peneliti
ingin mereduksi (memotong) obyek yang akan diteliti. Peneliti tidak melakukan
penyelidikannya pada semua obyek atau gejala atau kejadian atau peristiwa
tetapi hanya sebagian saja. Sebagian inilah yang disebu dengant sampel.
2. Peneliti
ingin melekukan generalisasi dari hasil penelitiannya, artinya mengenakan
kesimpulannya kepada objek, kejadian, gejala, atau peristiwa yang lebih luas.[14]
Istilah-istilah
lain seperti sampling, kerangka sampel, elemen sampel, sampel ratio, sampling
eror, unit analisis, parameter dan statistik sering juga dijumpai dalam
penelitian yang menggunakan sampel. Sampling ialah proses pengambilan sampel,
atau langkah-langkah pengambilan sampel yang dilakukan oleh peneliti mulai dari
awal hingga dapat atau terpilih anggota sampel. Kerangka sampel ialah berupa daftar
keseluruhan individu yang termasuk ke dalam satu populasi. Kalau anak-anak SD
di Kota Medan yang dijadikan sebagai populasi penelitian, maka kerangka
sampelnya ialah daftar keseluruhan anak-anak SD se Kota Medan. [15]
Seorang
periset dapat mengambil sebagian saja dari populasi. Misalnya, periset ingin
meriset opini Mahasisiwa terhadap film Mandarin, periset tidak perlu meriset
seluruh mahasiswa se-Indonesia atau se-Surabaya. Cukup sebagian dari mahasiswa
yang dijadikan sampel. Syarat sampel harus memenuhi unsur representatif atau mewakili dari seluruh sifat-sifat mahasiswa yang
diriset.[16]
Adapun ide pokok dari teknik pengambilan
sampel adalah:
1. Mencari
informasi mengenai keseluruhan populasi.
2. Dengan
jalan mencari informasi pada sebagian saja dari populasi tersebut.
3. Informasi
yang ditemukan diberlakukan kepada seluruh populasi
Karena
idenya demikian, maka dalam pengambilan sampel, diperlukan rancangan dan teknik
yang dapat dipertanggungjawab, sehingga sampel yang diambil benar-benar
berfungsi sebagai representasi atau wakil suatu populasi.[17]jadi,
sampel adalah suatu contoh yang diambil dari populasi, misalnya populasi 300
orang diambil sampel 10% sehingga total sampel yang harus terambil sebanyak 30
orang, maka dengan meneliti sebagian dari sampel ini diharapkan dapat
menggambarkan sifat populasi yang bersangkutan[18]
B. Manfaat
Sampel
Populasi
yang jumlahnya tidak terlalu besar, sering juga diteliti secara keseluruhan
tanpa mengambil sampel. Penelitian seperti ini disebut dengan penelitian
populasi (Arikunto, 1998:115). Namun kalau jumlah populasi besar, sebaiknya
diambil sampel sebagai bahan kajian. Karena meneliti sebahagian saja sebagai
sampel penelitian , mempunyai banyak manfaat, yaitu:
1. Dapat
menghemat biaya, tenaga, fikiran dan waktu peneliti.
2. Meneliti
sampel hasil yang diperoleh sama atau hamper sama dengan meneliti populasi.
3. Data
lebih cepat diperoleh dibandingkan dengan meneliti populasi secara keseluruhan.[19]
Manfaat
sampel dilihat dari sifat-sifat sampel yang ideal yaitu:
1. Dapat
menghasilkan gambaran (representative)
yang dapat dipercaya dari seluruh populasi. Misal: tinggi badan di kelas,
rata-rata pendapatan petani, dan lain-lain.
2. Dapat
menentukan presisi (precision) dari hasil penelitian. Presisi adalah ketepatan
yang ditentukan oleh perbedaan hasil yang diperoleh dari hasil sampel
dibandingkan dengan hasil sensus.
3. Sederhana
sehingga mudah dilaksanakan.
4. Dapat
memberkan keterangan sebanyak mungkin dengan biaya serendah-rendahnya.[20]
Jadi manfaat Sampel adalah untuk memperoleh data yang
representative dalam kaitanya dengan populasi yang menjadi sasaran penelitian.
Bila metode pengambilan sampel yang dipakai tepat, diharapkan individu-individu
sampel yang diobservasi maupun mewakili seluruh anggota populasi dan mampu
memberi informasi yang terkait dengan populasi yang diteliti. Informasi yang
diperoleh akan menjadi bahan baku bagi pengambilan keputusan. Dalam hal ini
agar informasi yang diperoleh bisa memenuhi tujuan tersebut dibutuhkan
ketepatan dari data yang dikumpulkan. Agar data yang diambil berguna maka data
tersebut haruslah objektif (sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya),
representative (mewakili keadaan yang sebenarnya), variasinya kecil, tepat
waktu dan relevan untuk menjawab persoalan yang sedang menjadi pokok bahasan.
C.
Teknik
Pengambilan Sampel
Neuman (1997:204-226) secara umum membagi teknik pengambilan
sampel kepada dua jenis, yaitu teknik pengambilan sampel yang bersifat
probabilitas (acak) dan teknik pengambilan sampel yang bersifat
non-probabilitas.[21]
Teknik pengambilan sampel yang bersifat probabilitas ialah teknik pengambilan
sampel secara acak yang memberikan peluang atau kesempatan yang sama kepada
semua anggota populasi untuk terpilih sebagai sampel penelitian. Sedangkan
teknik pengambilan sampel yang bersifat non-probabilitas ialah teknik
pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang yang sama kepada anggota
populasi untuk terpilih sebagai sampel penelitian.[22]
1. Teknik pengambilan sampel yang
bersifat probabilitas
Sampel probabilitas, yaitu sampel yang ditarik berdasarkan
probabilitas di mana setiap unsur populasi mempunyai kemungkinan yang sama
untuk dipilih melalui perhitungan secara matematis. Berdasarkan hukum
probabilitas, dari suatu populasi yang jumlah warganya 1000 setiap warga mempunyai
peluang 1/1000 untuk dipilih sebagai sampel.[23]
Teknik pengambilan sampel yang bersifat probabilitas dapat
dibedakan beberapa jenis yaitu:
1. 1. Penarikan sampel acak sederhana
(Simple random sampling)
Dikatakan simple (sederhana) karena pengambilan anggota
sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada
dalam populasi itu, cara demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap
homogen. [24]
Suatu sampel dikatakan random jika setiap unsure atau anggota populasi mempunyai
kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Ada dua cara yang dapat
digunakan dalam sampling acak sederhana, yaitu:
a.
Metode
undian
Proses pemilihan sampel berdasarkan metode ini relative
mudah. Setiap anggota populasi diberi nomor dari 1 sampai nomor terakhir.
Kemudian dilakukan pengundian untuk mendapatkan sampel jumlah yang diinginkan.
Misalnya, dari populasi sebanyak 100 orang akan dipilih 10 orang, maka setiap
orang akan diberi nomor yang diurutkan dari nomor 1 sampai nomor 100. Selanjutnyaa
diundi sehingga orang yang nomornya terpilih akan menjadi sampel penelitian.
Metode ini mudah diterapkan pada populasi yang jumlahnya relative sedikit. Akan
tetapi, jika anggota populasinya banyak, maka cara undian menjadi tidak
praktis.
b.
Metode
dengan tabel bilangan random.
Menggunakan tabel bilangan random yang banyak didapati pada
buku-buku statistik atau buku-buku penelitian pada halaman belakang.
Angka-angka tersebut letaknya dapat dicari menurut baris atau kolom. Namun agar
dalam pengambilan sampelnya tidak bersifat subjektif, peneliti sebaiknya
menuliskan langkah-langkah yang akan diambil, misalnya:
b.1.
Menjatuhkan ujung pensil pertama, menemukan nomor baris.
b.2.
Menjatuhkan ujung pensil kedua, menemukan nomor kolom. Nomor yang berada
pada pertemuan antara baris dan kolom ini
dapat dijadikan sebagai nomor anggota sampel pertama.
b.3.
bergerak dari nomor tersebut sebanyak 3 langkah ke kiri, ke kanan, ke atas, dan
kebawah, dapat dijadikan sebagai nomor anggota sampel berikutnya. Demikian
seterusnya hingga terpenuhi jumlah sampel yang diinginkan.[25]
1. 2. Sampling Sistematis
Teknik pengambilan sampel dengan random sistematis juga
diperlukan kerangka sampel yang jelas, yaitu berupa daftar anggota populasi.
Teknik ini efektif digunakan apabila jumlah anggota sampel tidak terlalu besar,
dan ciri populasi bersifat homogen dalam berbagai aspeknya.[26]
Periset terlebih dahulu merandom untuk sampel pertama,
sedangkan data berikutnya menggunakan interval tertentu. Misalnya akan diambil
100 sampel dari 1000 populasi. Di sini ditentukan rasio atau interval sampel
sebesar 1000:100 = 10. Kemudian periset mengundi sampel pertama secara acak
antara 1 sampai 10. Jika terambil no. 5, maka no. 5 adalah sampel pertama,
sampel kedua adalah no.15, ketiga no. 25, dan seterusnya sampai jumlahnya 100.
Teknik sampling sistematis ini juga membutuhkan tersedianya kerangka sampling
atau daftar sampling.
Dibandingkan
dengan random sederhana, teknik ini dirasa lebih memudahkan seleksi terhadap
populasi yang besar dan lebih akurat serta menghemat waktu dan tenaga.[27]
1.3. Sampling Berstrata (Stratified Sampling).
Dalam teknik ini, populasi dikelompokkan kedalam kelompok
atau kategori yang disebut strata. Strata ini bias berupa usia, kota, jenis
kelamin, agama, tingkat penghasilan, dan sebagainya. Sampel ini bertujuan untuk
membuat sifat homogeny dari populasi yang heterogen, artinya suatu populasi
yang dianggap heterogen dikelompokkan kedalam subpopulasi berdasarkan
karakteristik tertentu sehingga setiap kelompok (strata) mempunyai anggota
sampel yang relatif homogen. Teknik ini digunakan untuk populasi bersifat heterogen
dan berstrata, karena teknik ini merupakan sebuah prosedur yang biasa digunakan
untuk mensurvei segmen atau strata yang berbeda dari suatu populasi (Seitel,
2001;111). Misalnya populasi karyawan Ubhara dikelompokkan berdasarkan strata
jabatan strukturalnya di masing-masing bagian atau unit kerja (Kriantono,2004).[28]
Untuk mendapatkan secara jelas (Neumann, 1999:208) mengenai
sifat-sifat populasi yang heterogen, maka populasi yang bersangkutan harus
dibagi-bagi dalam strata yang seragam, dan dari setiap lapisan dapat diambil
sampel secara acak. Keuntungan teknik ini adalah dapat memperoleh secara jelas
mengenai sifat-sifat populasi yang heterogen, maka populasi yang bersangkutan
harus dibagi-bagi dalam strata yang seragam, dan dari setiap lapisan dapat
diambil secara acak.
Ada dua jenis sampling berstrata: proporsional stratified
sampling dan disproporsional stratified sampling. Dalam proporsional, dari
setiap strata diambil jumlah yang proporsional dengan besar setiap strata.
Misalnya ada 100 mahasiswa dan 10 dosen, diambil secara proporsional 10 % maka
terdapat 10 mahasiswa dan 1 dosen yang dijadikan sampel. Tampak bahwa memungkinkan
diperoleh jumlah sampel yang tidak seimbang.
Disproporsional, dari
setiap strata diambil jumlah sampel yang sama. Berikut disampaikan contoh
penghitungan proporsional dan disproporsionl. Misalnya ada 5000 orang dalam 4
strata, akan diambil 500 orang, maka; populasi yang berjumlah 5000 yang
dijadikan sampel adalah 500 orang. Untuk proporsional, setiap strata diambil
10%. Angka 10% ini disebut pecahan sampling (sampling Fraction), yang berasal
dari 5000 : 500. Sedangkan untuk disproporsional, sampel sejumlah 500 dibagi
rata dalam 4 strata menjadi 125 setiap strata. [29]
1.4. Klaster Sampling (Cluster Sampling).
Pengambilan sampel dengan cara klaster (cluster random
sampling) adalah melakukan randomisasi terhadap kelompok, bukan terhadap subjek
secara individual. Sebagai contoh, diandaikan pada suatu asrama besar yang
terdiri dari 100 kamar, mahasiswa menghuni kamar-kamar yang masing-masing
berisi 5 orang. Dengan cara klaster, pengambil sampel tidak kita lakukan lewat randomisasi terhadap 500 orang
mahasiswa secara individual melainkan lewat randomisasi terhadap kamar sebagai klaster. Misalnya
dipilih secara random 60 kamar dari 100 kamar yang ada dan menjadikan seluruh
penghuni kamar terpilih sebagai sampel sehingga kita memiliki 60x5 = 300 orang
mahasiswa sebagai subjek.
Keuntungan yang jelas dari cara random klaster, bila
dibandingkan dengan cara random sederhana maupun cara random strata, adalah
segi efisiensi kerja yang menyangkut waktu dan biaya. Apalagi mengingat bahwa
dalam pengambilan sampel cara klaster, membuat daftar klaster-klaster yang
lengkap adalah jauh lebih mudah dari pada membuat daftar individu dalam seluruh
populasi. Pada sisi lain, kelemahan yang nyata dalam cara klaster adalah
kesulitan untuk mengukur besarnya sampling error.[30]
2. Teknik pengambilan sampel yang
bersifat non-probabilitas
Sampel non-probabilitas adalah suatu teknik pengambilan
sampel yang tidak memberikan peluang atau kesempatan yang sama kepada setiap
anggota populasi untuk terpilih sebagai sampel penelitian. Teknik pengambilan
sampel ini pada lazimnya digunakan apabila tidak ada kerangka sampel yang
jelas, atu dengan pertimbangan-pertimbangan lain yang dapat diterima secara
ilmiah.[31]
Teknik pengambilan sampel yang bersifat non- probabilitas
dapat dibedakan beberapa jenis yaitu:
2.1.Sampel sembarangan (haphazard
sampling)
Teknik pengambilan sampel secara sembarang digunakan apabila
teknik-teknik lain tidak mampu dilakukan. Karena teknik pengambilan sampel
jenis ini besar kemungkinan kurang mencerminkan cirri-ciri populasi akibat
sampel yang diambil secara sembarang.
Langkah-langkah
yang dilakukan bila menggunakan teknik sampel sembarangan ini ialah:
a.
Menetapkan
jumlah sampel yang akan diambil, misalnya 200.
b.
Mengambil
sampel secara sembarangan
Kalau misalnya populasi penelitiannya adalah mahasiswa
Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, maka peneliti yang menggunakan teknik
sampel sembarangan ini cukup menunggu di pintu gerbang kampus USU. Siapa di
antara mahasiswa yang kebetulan lewat pada waktu itu, merekalah yang dijadikan
sebagai sampel penelitian hingga terpenuhi jumlah sampel yang diinginkan, yaitu
sebanyak 200 orang.
Kelemahan teknik sampel sembarangan ini ialah anggota sampel
dapat menumpuk pada kelompok tertentu yang kebetulan dijumpai ketika itu.
Seperti menumpuk pada mahasiswa fakultas tertentu, jurusan tertentu, senester
tertentu, dan jenis kelamin tertentu yang kebetulan dijumpai ketika penyebaran
angket, kalau misalnya angket yang dijadikan sebagai alat pengumpul data.
Sehingga dipandang kurang mencerminkan cirri-ciri populasi mahasiswa USU yang
sangat beragam dari segi fakultas, jurusan, semester dan jenis kelamin.
Sedangkan kelebihan teknik sampel sembarang ini adalah memudahkan bagi peneliti
untuk mendapatkan sampel dan ketika pengumpulan data. [32]
2.2. Sampling Purposive
Sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu. Misalnya akan melakukan peneliti tentang kualitas
makanan, maka sampel sumber datanya adalah orang yang ahli makanan, atau
penelitian tentang kondisi politik di suatu daerah, maka sampel sumber datanya
adalah orang yang ahli politik. Sampel ini lebih cocok digunakan untuk
penelitian kualitatif, atau penelitian-penelitian yang tidak melakukan
generalisasi.[33]
Persoanalan utama dalam teknik purposive adalah menentukan
kriteria, dimana kriteria harus mendukung tujuan riset. Kalau tujuan riset
adalah untuk mengetahui opini terhadap siaran TV, maka orang-orang yang
termasuk penonton TV dengan frekuensi yang tinggi (missal antara 5-10 jam)
adalah sampel yang relavan, karena diasumsikan opini mereka akan sangat
mendalam. Beberapa riset kualitatif sering menggunakan teknik ini dalam riset
obsevasi eksploratoris atau wawancara mendalam. Biasanya teknik purposive
dipilih untuk riset yang lebih mengutamakan kedalaman data daripada untuk
tujuan representative yang dapat digeneralisasikan.[34]
2.3.Sampling Kuota (Quota Sampling).
Teknik ini hampir sama dengan teknik purposif. Sampling
kuota ini adalah teknik untuk mengumpulkan sampel dari populasi yang mempunyai
kriteria-kriteria tertentu sampai jumlah kuota yang diinginkan periset. Dalam
teknik ini, periset menentukan jumlah tertentu untuk setiap strata (kuota) lalu
menentukan siapa saja orang-orang yang memenuhi kriteria sampai jumlah yang
ditentukan (kuota) terpenuhi. Misalnya periset tertarik untuk mengetahui apakah
ada perbedaan antara orang-orang yang mempunyai pesawat radio dengan yang tidak
mempunyai peasawat radio. Periset mempunyai data bahwa 40% populasi mempunyai
pesawat radio, sedang 60% tidak. Periset menentukan sampel berjumlah 100 orang,
maka sampel yang diseleksi adalah 40% dari total sampel yang mempunyai pesawat
radio dan 60% dari total sampel yang tidak mempunyai pesawat radio. Hal ini
untuk merefleksikan karakteristik
populasi. Contoh lain, lima orang staf PR meriset kepuasan karyawan Hotel
Marina. Karyawan Hotel terbagi dalam 5 divisi kerja, dengan kriteria-kriteria
yang telah ditentukan periset. Sampel ditentukan 50 orang. Sehingga
masing-masing divisi ditentukan (dikuota) sebesar 10 orang yang dipilih
berdasarkan kriteria-kriteria yang ditentukan periset.[35]
Keuntungan metode ini adalah mudah, murah dan relative cepat
melaksanakannya. Akan tetapi, hasilnya hanyalah berupa kesan-kesan umum yang
masih bersifat “kasar” dan tidak dapat digeneralisasikan. Dalam sampel kita
dapat dengan sengaja memasukkan orang-orang yang memiliki ciri-ciri yang kita
inginkan. Salah satu kelemahan yang perlu diperhitungkan adalah kecenderungan
memilih orang yang mudah didekati bahkan yang dekat dengan kita, yang mungkin
ada biasnya dan memiliki ciri yang tidak dimiki populasi secara keseluruhan.[36]
2.4. Sampling Snowball
Teknik ini banyak ditemui dalam riset kualitatif, misalnya
riset eksplorasi. Sesuai namanya, teknik ini bagaikan bola salju yang turun
menggelinding dari puncak gunung ke lembah, semakin lama semakin membesar
ukurannya. Jadi, teknik ini merupakan teknik penentuan sampel yang awalnya
berjumlah kecil, kemudian berkembang semakin banyak. Orang yang menjadi sampel
pertama diminta memilih atau menunjuk orang lain untuk dijadikan sampel lagi,
begitu seterusnya sampai jumlahnya lebih banyak. Misalnya periset ingin
mengetahui bagaimana respon masyarakat desa terhadap program Koran masuk desa.
Biasanya teknik ini digunakan tatkala periset kesulitan menentukan responden
yang potensial dan bersedia diwawancarai. Salah satunya cara dengan menemukan
seseorang atau beberapa orang lebih dahulu, apakah secara kebetulan, lewat
kenalan, melalui iklan atau cara lain. Kemudian periset meminta responden yang
telah diwawancarai untuk merekomendasikan siapa saja yang bisa diwawancarai.
Proses ini baru berakhir bila periset merasa data telah jenuh, artinya periset
merasa tidak lagi menemukan sesuatu yang baru dari wawancara.[37]
D.
Penentuan
Jumlah Sampel
Tidak ada ketentuan jumlah sampel yang baku yang disepakati
oleh para ahli. Namun ada beberaapa faktor yang mempengaruhi jumlah sampel, yaitu:
1. Tingkat keakuratan hasil penelitian yang dituntut oleh
peneliti. Ada kecenderungan bahwa semakin besar jumlah sampel yang diambil
dengan teknik yang benar, maka akan semakin akurat.
2. Tingkat perbedaan karakteristik populasi, apabila
cirri-ciri atau karakteristik populasi sangat beragam (heterogen), maka
diperlukan jumlah sampel yang lebih besar. Akan tetapi apabila karakteristik
populasi bersifat homogen (seragam), maka jumlah sampel tidak perlu besar.
3. Tingkat sampling eror (penyimpangan sampel) yang
ditolerir oleh peneliti. Dalam hal ini juga ada kecenderungan bahwa jumlah
sampel yang lebih besar dapat mengurangi sampling eror. Penambahan jumlah
sampel antara 50-100, dapat mengurangi sampling eror sebanyak 2,1–7,1 %. Akan
tetapi penambahan jumlah sampel antara 1000-2000, hanya mengurangi sampling
eror 1,6-1,1%. Maknanya, penambahan jumlah sampel yang terlalu besar, tidak
memberikan konstribusi yang besar kepada pengurangan sampling eror.
4. Keragaman varibel yang diteliti. Apabila jumlah variable
yang diteliti banyak dan beragam, memerlukan jumlah sampel yang lebih besar.
5. Teknik analisis data yang digunakan. Peneliti yang
menggunakan analisis statistik multivariate, memerlukan jumlah sampel yang
lebih besar, dibandingkan dengan penelitian yang menggunakan tebel-tebel
tunggal.
6. Jumlah anggota dan luasnya wilayah populasi. Jumlah
anggota populasi yang besar dan wilayah populasi yang luas, memerlukan jumlah
sampel yang lebih besar dibandingkan dengan jumlah anggota populasi yang kecil
dan wilayah populasi yang terbatas. [38]
Neuman (1997:222) membedakan populasi dari segi jumlah
anggotanya kepada tiga jenis, yaitu:
-
Populasi
kecil yang mempunyai anggota kurang dari 1000
-
Populasi
menengah yang mempunyai anggota 10.000
-
Populasi
besar yang mempunyai anggota 150.000 atau lebih.
Dan menawarkan jumlah sampel berdasarkan jumlah anggota
populasi sebagai berikut:
Populasi
Sampel
<
1000 30% = 300 orang
10.000 10% = 1000 orang
150.000 1% = 1500 orang
10.000.000 0,025% = 2500 orang.
Di samping itu, menurut Comrey (1973), dalam analisis
multivariate jumlah sampel adalah sebagai berikut:
Jumlah
Sampel Prediket
50 Very
poor (sangat buruk)
100 Poor
(buruk)
200 Fair
(cukup)
300 Good
(baik)
500 Very
good (sangat baik)
1000 Excellent
(memuaskan)
Tawaran-tawaran tentang jumlah sampel di atas tidak baku,
dan masih banyak pendapat yang lain. Peneliti dapat menetapkan jumlah sampel
yang akan diambilnya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ilmiah, dan
mengambil sampel dengan teknik pengambilan sampel yang sesuai.[39]
Untuk menentukan ukuran sampel dari suatu populasi para ahli
mengemukakan bermacam-macam cara, antara lain:
1.
Pendapat
Slovin
Untuk menentukan ukuran sampel, Slovin memberikan rumusan
sebagai berikut:
N
n = -------------------
1 + N.e2
Di
mana:
n = ukuran
sampel
N = ukuran
populasi
E = persen
kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih
dapat ditolerir atau diinginkan, misalnya 2%, kemudian e ini dikuadratkan.
Pemakaian rumus diatas, mempunyai asumsi bahwa populasi
berdistribusi normal’
Untuk
informasi lebih jauh tentang pemakaian rumus diatas Paguso, Garcia, dan
Guerrero (1978) yang dikutip Evilla (1994 dalam Husein 2000:108),
memperlihatkan batas kesalahan yang tidak digunakan pada ukuran populasi. Ada
yang 1%, 2%, 3%, 4%, 5%, dan 10%. Tabel yang dimaksud adalah tabel 10.3.
2.
Pendapat
Gay
Gay mengatakan bahwa ukuran minimum sampel yang dapat
diterima berdasarkan pada desain penelitian yang digunakan, yaitu sebagai
berikut:
a.
Metode
deskriptif, minimal 10% populasi. Untuk populasi relative kecil minimal 20%
populasi.
b.
Metode
deskriptif-korelasional, minimal 30 subjek
c.
Metode
ex post facto, minimal 15 subjek per kelompok.
d.
Metode
eksperimental, minimal 15 subjek per kelompok.[40]
3.
Pendapat
Isaac dan Michael
Penentuan jumlah sampel dari populasi tertentu, untuk
tingkat kesalahan, 1%, 5%, dan 10%. (lihat tabel 5.1). Rumus untuk menghitung
ukuran sampel dari populasi yang diketahui jumlahnya adalah sebagai berikut:
λ2. N. P. Q
S = ------------------------
d2 (N-1) + λ2. P.Q
λ2
dengan dk = 1, taraf kesalahan bias 1%, 5%, 10%.
P=Q=0,5.
d=0,05. s=jumlah sampel. [41]
Jadi makin besar jumlah sampel yang mendekati populasi, maka
peluang kesalahn generalisasi semakin kecil dan sebaliknya makin kecil jumlah
sampel menjauhi populasi, maka makin besar kesalahan generalisasi (diberlakukan
umum).
4.
Pendapat
Yamane
Digunakan untuk populasi yang besar yang didapat dari
pendugaan proporsi populasi. N
N = -----------------------
Nd2 + 1
Misalnya kita ingin menduga pembaca Koran dari populasi 4000
orang. Presisi ditetapkan di antara 5% dengan tingkat kepercayaan 95%, maka
besarnya sampel adalah:
4000
N
= ---------------
4000 x (0,05)2 + 1
N
= 364[42]
E.
Kesalahan
Sampel
Kesalahan sampling (sampling error) yaitu perbedaan antara
suatu estimasi sampel dengan nilai parameter populasi yang sesungguhnya. Ada
dua tipe kesalahan yang menyesatkan estimasi sampel, yaitu:
a.
Kesalahan
percobaan, yaitu kesalahan yang timbul dari pebedaan estimasi yang terjadi
apabila sampel yang sama diambil dari popilasi yang sama. Tingkat kesalahan ini
dipengaruhi oleh variabilitas dalam populasi dan jumlah sampel yang diambil.
b.
Kesalahan
sistematis, yaitu kesalahan yang timbul dari kurang memadainya teknik
pengukuran dan pemilihan sampel.[43]
Ada beberapa kesalahan dalam pemilihan sampel yang dicatat
oleh Borg and Gall (1979) dari penilaiannya terhadap beberapa laaporan
penelitian, yaitu:
1. Peneliti tidak menentukan populasi teersedia dan populasi
target serta tidak menunjukan kesamaan antara keduanya.
2. Peneliti menggunakan sampel yang terlalu kecil untuk
memungkinkan analisis subkelompok.
3. peneliti tidak menggunakan sampling bertingkat/berstrata
pada penelitian yang memerlukan jumlah subjek subkelompok yang memadai.
4. Bila menggunakan subjek sukarelawan, peneliti tidak
memberikan keterangan yang cukup tentang perbedaan dengan nonsukarelawan dan
tidak mempertimbangkan kesukarelaan ini dalam menafsirkan hasilnya.
5. Peneliti mengubah teknik samplingnya untuk memenuhi
tuntutan sekolah agar mau bekerja sama.
6. Penaliti tidak memberi alasan dalam memilih ukuran
sampel.
7. Peneliti memilih sampel yang tidak sesuai dengan tujuan
penelitiannya.
8. Peneliti memilih kelompok eksperimen dan kontrol dari
populasi yang berbeda.[44]
Daftar Pustaka
Azwar,
Saifuddin. 2010. Metode Penelitian.Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Muhamad,
2008.Metode Penelitian Ekonomi Islam
Pendekatan Kuantitatif.
Jakarta, Rajawali Pers.
Hadjar,
Ibnu.1999. Dasar-dasar Metodologi Penelitian
Kuantitatif Dalam
Pendidikan. Jakarta,Raja
Grafindo Persada.
Kholil,Syukur.
2006. Metode Penelitian Komunikasi.
Bandung:
Citapustaka Media.
Kriyantoro,
Rachmat, 2008. Teknik Praktis Riset Komunikasi.
Jakarta;Kencana.
Margono,2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta; PT Rineka Cipta.
Masyhuri,
2008. Metode Penelitian (Pendekatan
Praktis dan Aplikatif). Bandung,
Refika Aditama
Sugiyono,
2011.Metode Penelitian Kuantitatif,
kualitatif, dan R&D.Bandung,
Alfabeta.
Faisal,Sanafiah,
1995. Format-format Penelitian Sosial.
Jakarta, Raja Grafindo
Persada.
Tugas
matakuliah: Metodologi Penelitian Komunikasi
Oleh Dosen: Prof. Dr. H. Syukur Kholil, MA.
Judul
makalah:
Populasi
dan Sampel
Disusun
oleh: Risa Wisuda
PROGRAM
PASCASARJANA
IAIN
SUMATERA UTARA
[1]Muhamad, Metode Penelitian Ekonomi Islam Pendekatan
Kuantitatif. (Jakarta, Rajawali Pers, 2008). hlm; 161
[2]
Ibnu Hadjar, Dasar-dasar Metodologi Penelitian
Kwantitatif Dalam Pendidikan. (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1999). hlm;133
[3]
Syukur Kholil, Metode Penelitian
Komunikasi.( Bandung: Citapustaka Media; 2006). hlm:68
[4]Rachmat
Kriyantoro, Teknik Praktis Riset
komunikasi. ( Jakarta;Kencana;2008). hlm;71
[5]
ibid
[6]
Margono, Metodologi Penelitian pendidikan.(
Jakarta; PT Rineka Cipta; 2005). hlm; 118
[7]
Ibid, Hlm; 119
[8]
Ibid, Hlm; 118
[9]
Ibid,Hlm; 120
[10]
Saifuddin Azwar, Metode penelitian.(Yogyakarta,
Pustaka Pelajar). 2010.hlm;77
[11]
Masyhuri, Metode Penelitian (Pendekatan Praktis
dan Aplikatif).( Bandung, Refika Aditama, 2008).hlm;152
[12] Sugiyono,
Metode Penelitian Kuantitatif,
kualitatif, dan R&D.(Bandung,Alfabeta.2011). hlm; 81.
[13] Muhamad,
Metode Penelitian Ekonomi islam
Pendekatan Kuantitatif. (Jakarta, Rajawali Pers, 2008). hlm; 162
[14] Masyhuri,
Metode Penelitian (Pendekatan Praktis dan
Aplikatif).( Bandung, Refika Aditama, 2008).hlm;153
15 Syukur Kholil, Metode Penelitian Komunikasi.( Bandung: Citapustaka Media; 2006).
hlm:69
[16]
Rachmat Kriyantono,Teknik Praktis Riset
komunikasi. (Jakarta;Kencana;2008). hlm;71
[17] Sanafiah
Faisal, Format-format Penelitian Sosial.(
Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1995). hlm:58
[18]
Masyhuri, Metode Penelitian (Pendekatan
Praktis dan Aplikatif). (Bandung, Refika Aditama, 2008).hlm;155
[19]
Syukur Kholil, Metode Penelitian
Komunikasi.( Bandung: Citapustaka Media; 2006). hlm:69
[20] Masyhuri,
Metode Penelitian (Pendekatan Praktis dan
Aplikatif).( Bandung, Refika Aditama, 2008).hlm;161
[21]
Syukur Kholil, Metode Penelitian Komunikasi.
Bandung: (Citapustaka Media; 2006). hlm:71
[22]
Ibid:Hlm 71
[23]
Sanafiah Faisal, Format-format Penelitian
Sosial. (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1995). hlm:58
[24] Sugiyono,
Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D.(Bandung, Alfabeta). 2011. hlm; 82.
[25]Syukur
Kholil, Metode Penelitian Komunikasi.
Bandung: (Citapustaka Media; 2006). hlm:73
[26]
Ibid;hlm;74
[27]
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset
komunikasi. (Jakarta;Kencana;2008). hlm;73
[28]
Ibid;Hlm:74
[29]
Ibid; Hlm; 74
[30]
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian.(Yogyakarta,
Pustaka Pelajar. 2010).hlm;77
[31]
Syukur Kholil, Metode Penelitian
Komunikasi.( Bandung: Citapustaka Media; 2006). hlm:76
[32]
Ibid;Hlm; 77
[33]
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D.(Bandung, Alfabeta. 2011).hlm; 85
[34]
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset
komunikasi.( Jakarta;Kencana;2008). hlm;78
[35]
Ibid;Hlm; 78
[36] Muhamad, Metode
Penelitian Ekonomi Islam Pendekatan Kuantitatif. (Jakarta, Rajawali Pers,
2008). hlm; 174
[37] Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi.( Jakarta;Kencana;2008). hlm;80
[39]
Ibid;Hlm;81
[40]
Muhamad, Metode Penelitian Ekonomi Islam
Pendekatan Kuantitatif. (Jakarta, Rajawali Pers, 2008). Hlm; 181
[41] Sugiyono,
Metode Penelitian Kuantitatif,
kualitatif, dan R&D.(Bandung, Alfabeta. 2011). Hlm;86
[42]
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset
komunikasi. (Jakarta;Kencana;2008). Hlm;83
[43]
Muhamad, Metode Penelitian Ekonomi Islam
Pendekatan Kuantitatif.( Jakarta, Rajawali Pers, 2008). Hlm; 163
[44]
Ibnu Hadjar, Dasar-dasar Metodologi
Penelitian Kwantitatif Dalam Pendidikan.( Jakarta, Raja Grafindo Persada,
1999) Hlm;153
Tidak ada komentar:
Posting Komentar