Kamis, 29 November 2012

populasi dan sampel


Pendahuluan
Dalam penelitian, seorang periset tidak harus meriset seluruh objek yang dijadikan pengamatan. Hal ini disebabkan keterbatasan yang dimiiki periset, baik biaya, waktu atau tenaga. Kenyataannya kita dapat mempelajari, memprediksi, dan menjelaskan sifat-sifat suatu objek atau fenomena hanya dengan mempelajari dan mengamati sebagian dari objek atau fenomena tersebut. Sebagian dari keseluruhan objek atau fenomena yang akan diamati inilah yang disebut sampel. Sedangkan keseluruhan objek atau fenomena yang diriset disebut populasi.
Sampel merupakan salah satu alat yang penting dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan pengumpulan , analisis, dan interpretasi data yang dikumpulkan. Sampling juga dapat menyangkut studi yang dilakukan secara rinci terhadap sejumlah informasi yang relative kecil (sampel) yang diambil dari suatu kelompok yang lebih besar (populasi).
Untuk lebih jelas mengenai berbagai macam aspek yang berkaitan dengan sampling, saya mencoba untuk menuliskan beberapa metode pengambilan sampel dalam makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat untu anda.
A.    Pengertian Populasi dan Sampel
1.      Pengertian Populasi
Populasi merujuk pada sekumpulan orang atau objek yang memiliki kesamaan dalam satu atau beberapa hal yang membentuk masalah pokok dalam suatu penelitian. Populasi yang akan diteliti harus didefenisikan dengan jelas sebelum penelitian dilakukan.[1] Kelompok besar individu yang mempunyai karakteristik umum yang sama disebut populasi (McCall,1970). Untuk kebanyakan tujuan penelitian, populasi sering diasumsikan berukuran tak terbatas (Glass dan Hopkins, 1984). Hal ini terutama bila populasi sangat besar sehingga tidak mungkin/sulit untuk dilakukan perhitungan jumlah individu dalam populasi secara sempurna, meskipun jumlah mereka sebenarnya terbatas. [2]
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian, dapat berupa manusia, wilayah geografi, waktu, organisasi , kelompok, lembaga, buku, kata-kata, surat kabar, majalah dan sebagainya. Populasi bukan sekedar jumlah yang ada pada objek, tetapi meliputi seluruh karakteristik yang dimiliki objek yang diteliti. Contoh manusia sebagai populasi penelitian ialah dalam judul ‘Pola penontonan televise dan pengaruhnya terhadap kegiatan belajar anak-anak Sekolah Dasar (SD) di Kota Medan’. Populasi penelitian ini adalah keseluruhan anak – anak SD di Kota Medan.[3]
Menurut Sugiyono (2002:55) menyebut populasi sebagai wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh periset untuk dipelajari, kemudian ditarik suatu kesimpulan .[4] Objek riset ini juga disebut satuan analisis (unit of analysis) atau unsur-unsur populasi. Jadi, unit analisis ini merupakan unit yang akan diriset.[5]
Pengertian lain, menyebutkan bahwa populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejal-gejala, nilai tes, atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian (Hadari Nawawi, 1983: 141). [6] Kaitannya dengan batasan tersebut, populasi dapat dibedakan berikut ini:
a.       Populasi terbatas atau populasi terhingga, yakni populasi yang memiliki batas kuantitatif secara jelas karena memiliki karakteristik yang terbatas. Misalnya 5.000.000 orang guru SMA pada tahun 1985, dengan karakteristik; masa kerja 2 tahun, lulusan program Strata 1, dan lain-lain.
b.      Populasi tak terbatas atau populasi tak terhingga, yakni populasi yang tidak dapat ditemukan batas-batasnya, sehingga tidak dapat dinyatakan dalam bentuk jumlah secara kuantitatif. Misalnya, guru di Indonesia, yang berarti jumlahnya harus dihitung sejak guru pertama ada sampai sekarang dan yang akan datang.
Dalam keadaan seperti itu jumlahnya tidak dapat dihitung, hanya dapat digambarkan suatu jumlah objek secara kualitas dengan karakteristik yang bersifat umum yaitu, orang-orang, dahulu, sekarang, dan yang akan menjadi guru. Populasi ini disebut juga parameter.[7]
            Populasi memiliki parameter yakni besaran terukur yang menunjukan ciri dari populasi itu. Di antara yang kita kenal besar-besaran: rata-rata, bentengan, rata-rata simpangan, variansi, simpangan baku sebagai parameter populasi. Parameter suatu populasi tertentu adalah tetap nilainya, bila nilainya itu berubah, maka berubah pula populasinya.[8]
            Selain itu, populasi dapat dibedakan ke dalam hal berikut ini:
a.       Populasi teoretis (Theoritical population), yakni sejumlah populasi yang batas-batasnya ditetapkan secara kualitatif. Kemudian, agar hasil penelitian berlaku juga bagi populasi yang lebih luas, maka ditetapkan terdiri dari guru; berumur 25 sampai dengan 40 tahun, program S1, jalur tesis, dan lain-lain.
b.      Populasi yang tersedia (Accessible population), yakni sejumlah populasi yang secara kuantitatif dapat dinyatakan dengan tegas. Misalnya, guru sebanyak 250 di kota Bandung terdiri dari guru yang memiliki karakteristik yang telah ditetapkan dalam populasi teoretis.
Di samping itu persoalan populasi bagi suatu penelitian harus dibedakan ke dalam sifat berikut ini:
a.       Populasi yang bersifat homogen, yakni populasi yang unsur-unsurnya memiliki sifat yang sama, sehingga tidak perlu dipersoalkan jumlahnya secara kuantitatif. Misalnya, seorang dokter yang akan melihat golongan darah seseorang, maka ia cukup mengambil setetes darah aja. Dokter itu tidak perlu satu botol, sebab setetes dan sebotol darah, hasilnya akan sama aja.
b.      Populasi yang bersifat heterogen, yakni populasi yang unsur-unsurnya memiliki sifat atau keadaan yang bervariasi, sehingga perlu ditetapkan batas-batasnya, baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Penelitian di bidang sosial yang objeknya manusia atau gejala-gejala dalam kehidupan manusia menghadapi populasi yang heterogen seperti: perilaku masyarakat pada suatu desa, perilaku konsumen, gejala kehidupan manusia.[9]
Dalam penelitian sosial, populasi didefenisikan sebagai sekelompok subjek yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian.[10]sekelompok subjek ini harus memiliki cirri-ciri dan karakteristik bersama yang membedakannya dari kelompok subjek yang lainnya. Semakin sedikit karakteristiknya populasi yang diidentifikasikan, maka populasi akan semakin heterogen, karena berbagai ciri subjek akan terdapat dalam populasi. Sebaliknya, semakin banyak ciri subjek yang disyaratkan sebagai populasi yaitu semakin spesifik karakteristik populasi, maka populasi itu akan menjadikan semakin homogen.[11]
2.      Pengertian Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajeri semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang di pelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif (mewakili).[12]
Sampel merupakan bagian atau sejumlah cuplikan tertentu yang diambil dari suatu populasi dan diteliti secara rinci. Sedangkan Sampling adalah metodologi yang dipergunakan untuk memilih dan mengambil unsur-unsur atau anggota-anggota populasi untuk digunakan sebagai sampel yang representatif (mewakili).[13]
Sampel dimunculkan oleh peneliti pada suatu penelitian disebabkan karena:
1.      Peneliti ingin mereduksi (memotong) obyek yang akan diteliti. Peneliti tidak melakukan penyelidikannya pada semua obyek atau gejala atau kejadian atau peristiwa tetapi hanya sebagian saja. Sebagian inilah yang disebu dengant sampel.
2.      Peneliti ingin melekukan generalisasi dari hasil penelitiannya, artinya mengenakan kesimpulannya kepada objek, kejadian, gejala, atau peristiwa yang lebih luas.[14]
Istilah-istilah lain seperti sampling, kerangka sampel, elemen sampel, sampel ratio, sampling eror, unit analisis, parameter dan statistik sering juga dijumpai dalam penelitian yang menggunakan sampel. Sampling ialah proses pengambilan sampel, atau langkah-langkah pengambilan sampel yang dilakukan oleh peneliti mulai dari awal hingga dapat atau terpilih anggota sampel. Kerangka sampel ialah berupa daftar keseluruhan individu yang termasuk ke dalam satu populasi. Kalau anak-anak SD di Kota Medan yang dijadikan sebagai populasi penelitian, maka kerangka sampelnya ialah daftar keseluruhan anak-anak SD se Kota Medan. [15]
Seorang periset dapat mengambil sebagian saja dari populasi. Misalnya, periset ingin meriset opini Mahasisiwa terhadap film Mandarin, periset tidak perlu meriset seluruh mahasiswa se-Indonesia atau se-Surabaya. Cukup sebagian dari mahasiswa yang dijadikan sampel. Syarat sampel harus memenuhi unsur representatif atau mewakili dari seluruh sifat-sifat mahasiswa yang diriset.[16]
 Adapun ide pokok dari teknik pengambilan sampel adalah:
1.      Mencari informasi mengenai keseluruhan populasi.
2.      Dengan jalan mencari informasi pada sebagian saja dari populasi tersebut.
3.      Informasi yang ditemukan diberlakukan kepada seluruh populasi
Karena idenya demikian, maka dalam pengambilan sampel, diperlukan rancangan dan teknik yang dapat dipertanggungjawab, sehingga sampel yang diambil benar-benar berfungsi sebagai representasi atau wakil suatu populasi.[17]jadi, sampel adalah suatu contoh yang diambil dari populasi, misalnya populasi 300 orang diambil sampel 10% sehingga total sampel yang harus terambil sebanyak 30 orang, maka dengan meneliti sebagian dari sampel ini diharapkan dapat menggambarkan sifat populasi yang bersangkutan[18]
B.     Manfaat Sampel
Populasi yang jumlahnya tidak terlalu besar, sering juga diteliti secara keseluruhan tanpa mengambil sampel. Penelitian seperti ini disebut dengan penelitian populasi (Arikunto, 1998:115). Namun kalau jumlah populasi besar, sebaiknya diambil sampel sebagai bahan kajian. Karena meneliti sebahagian saja sebagai sampel penelitian , mempunyai banyak manfaat, yaitu:
1.      Dapat menghemat biaya, tenaga, fikiran dan waktu peneliti.
2.      Meneliti sampel hasil yang diperoleh sama atau hamper sama dengan meneliti populasi.
3.      Data lebih cepat diperoleh dibandingkan dengan meneliti populasi secara keseluruhan.[19]
Manfaat sampel dilihat dari sifat-sifat sampel yang ideal yaitu:
1.      Dapat menghasilkan gambaran (representative) yang dapat dipercaya dari seluruh populasi. Misal: tinggi badan di kelas, rata-rata pendapatan petani, dan lain-lain.
2.      Dapat menentukan presisi (precision) dari hasil penelitian. Presisi adalah ketepatan yang ditentukan oleh perbedaan hasil yang diperoleh dari hasil sampel dibandingkan dengan hasil sensus.
3.      Sederhana sehingga mudah dilaksanakan.
4.      Dapat memberkan keterangan sebanyak mungkin dengan biaya serendah-rendahnya.[20]
Jadi manfaat Sampel adalah untuk memperoleh data yang representative dalam kaitanya dengan populasi yang menjadi sasaran penelitian. Bila metode pengambilan sampel yang dipakai tepat, diharapkan individu-individu sampel yang diobservasi maupun mewakili seluruh anggota populasi dan mampu memberi informasi yang terkait dengan populasi yang diteliti. Informasi yang diperoleh akan menjadi bahan baku bagi pengambilan keputusan. Dalam hal ini agar informasi yang diperoleh bisa memenuhi tujuan tersebut dibutuhkan ketepatan dari data yang dikumpulkan. Agar data yang diambil berguna maka data tersebut haruslah objektif (sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya), representative (mewakili keadaan yang sebenarnya), variasinya kecil, tepat waktu dan relevan untuk menjawab persoalan yang sedang menjadi pokok bahasan.
C.     Teknik Pengambilan Sampel
Neuman (1997:204-226) secara umum membagi teknik pengambilan sampel kepada dua jenis, yaitu teknik pengambilan sampel yang bersifat probabilitas (acak) dan teknik pengambilan sampel yang bersifat non-probabilitas.[21] Teknik pengambilan sampel yang bersifat probabilitas ialah teknik pengambilan sampel secara acak yang memberikan peluang atau kesempatan yang sama kepada semua anggota populasi untuk terpilih sebagai sampel penelitian. Sedangkan teknik pengambilan sampel yang bersifat non-probabilitas ialah teknik pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang yang sama kepada anggota populasi untuk terpilih sebagai sampel penelitian.[22]
1.      Teknik pengambilan sampel yang bersifat probabilitas
Sampel probabilitas, yaitu sampel yang ditarik berdasarkan probabilitas di mana setiap unsur populasi mempunyai kemungkinan yang sama untuk dipilih melalui perhitungan secara matematis. Berdasarkan hukum probabilitas, dari suatu populasi yang jumlah warganya 1000 setiap warga mempunyai peluang 1/1000 untuk dipilih sebagai sampel.[23]
Teknik pengambilan sampel yang bersifat probabilitas dapat dibedakan  beberapa jenis yaitu:
1.      1. Penarikan sampel acak sederhana (Simple random sampling)
Dikatakan simple (sederhana) karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu, cara demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen. [24] Suatu sampel dikatakan random jika setiap unsure atau anggota populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Ada dua cara yang dapat digunakan dalam sampling acak sederhana, yaitu:
a.       Metode undian
Proses pemilihan sampel berdasarkan metode ini relative mudah. Setiap anggota populasi diberi nomor dari 1 sampai nomor terakhir. Kemudian dilakukan pengundian untuk mendapatkan sampel jumlah yang diinginkan. Misalnya, dari populasi sebanyak 100 orang akan dipilih 10 orang, maka setiap orang akan diberi nomor yang diurutkan dari nomor 1 sampai nomor 100. Selanjutnyaa diundi sehingga orang yang nomornya terpilih akan menjadi sampel penelitian. Metode ini mudah diterapkan pada populasi yang jumlahnya relative sedikit. Akan tetapi, jika anggota populasinya banyak, maka cara undian menjadi tidak praktis.
b.      Metode dengan tabel bilangan random.
Menggunakan tabel bilangan random yang banyak didapati pada buku-buku statistik atau buku-buku penelitian pada halaman belakang. Angka-angka tersebut letaknya dapat dicari menurut baris atau kolom. Namun agar dalam pengambilan sampelnya tidak bersifat subjektif, peneliti sebaiknya menuliskan langkah-langkah yang akan diambil, misalnya:
b.1. Menjatuhkan ujung pensil pertama, menemukan nomor baris.
b.2. Menjatuhkan ujung pensil kedua, menemukan nomor kolom. Nomor yang berada pada           pertemuan antara baris dan kolom ini dapat dijadikan sebagai nomor anggota sampel pertama.
b.3. bergerak dari nomor tersebut sebanyak 3 langkah ke kiri, ke kanan, ke atas, dan kebawah, dapat dijadikan sebagai nomor anggota sampel berikutnya. Demikian seterusnya hingga terpenuhi jumlah sampel yang diinginkan.[25]
1. 2. Sampling Sistematis
Teknik pengambilan sampel dengan random sistematis juga diperlukan kerangka sampel yang jelas, yaitu berupa daftar anggota populasi. Teknik ini efektif digunakan apabila jumlah anggota sampel tidak terlalu besar, dan ciri populasi bersifat homogen dalam berbagai aspeknya.[26]
Periset terlebih dahulu merandom untuk sampel pertama, sedangkan data berikutnya menggunakan interval tertentu. Misalnya akan diambil 100 sampel dari 1000 populasi. Di sini ditentukan rasio atau interval sampel sebesar 1000:100 = 10. Kemudian periset mengundi sampel pertama secara acak antara 1 sampai 10. Jika terambil no. 5, maka no. 5 adalah sampel pertama, sampel kedua adalah no.15, ketiga no. 25, dan seterusnya sampai jumlahnya 100. Teknik sampling sistematis ini juga membutuhkan tersedianya kerangka sampling atau daftar sampling.
Dibandingkan dengan random sederhana, teknik ini dirasa lebih memudahkan seleksi terhadap populasi yang besar dan lebih akurat serta menghemat waktu dan tenaga.[27]
1.3. Sampling Berstrata (Stratified Sampling).
Dalam teknik ini, populasi dikelompokkan kedalam kelompok atau kategori yang disebut strata. Strata ini bias berupa usia, kota, jenis kelamin, agama, tingkat penghasilan, dan sebagainya. Sampel ini bertujuan untuk membuat sifat homogeny dari populasi yang heterogen, artinya suatu populasi yang dianggap heterogen dikelompokkan kedalam subpopulasi berdasarkan karakteristik tertentu sehingga setiap kelompok (strata) mempunyai anggota sampel yang relatif homogen. Teknik ini digunakan untuk populasi bersifat heterogen dan berstrata, karena teknik ini merupakan sebuah prosedur yang biasa digunakan untuk mensurvei segmen atau strata yang berbeda dari suatu populasi (Seitel, 2001;111). Misalnya populasi karyawan Ubhara dikelompokkan berdasarkan strata jabatan strukturalnya di masing-masing bagian atau unit kerja (Kriantono,2004).[28]
Untuk mendapatkan secara jelas (Neumann, 1999:208) mengenai sifat-sifat populasi yang heterogen, maka populasi yang bersangkutan harus dibagi-bagi dalam strata yang seragam, dan dari setiap lapisan dapat diambil sampel secara acak. Keuntungan teknik ini adalah dapat memperoleh secara jelas mengenai sifat-sifat populasi yang heterogen, maka populasi yang bersangkutan harus dibagi-bagi dalam strata yang seragam, dan dari setiap lapisan dapat diambil secara acak.
Ada dua jenis sampling berstrata: proporsional stratified sampling dan disproporsional stratified sampling. Dalam proporsional, dari setiap strata diambil jumlah yang proporsional dengan besar setiap strata. Misalnya ada 100 mahasiswa dan 10 dosen, diambil secara proporsional 10 % maka terdapat 10 mahasiswa dan 1 dosen yang dijadikan sampel. Tampak bahwa memungkinkan diperoleh jumlah sampel yang tidak seimbang.
 Disproporsional, dari setiap strata diambil jumlah sampel yang sama. Berikut disampaikan contoh penghitungan proporsional dan disproporsionl. Misalnya ada 5000 orang dalam 4 strata, akan diambil 500 orang, maka; populasi yang berjumlah 5000 yang dijadikan sampel adalah 500 orang. Untuk proporsional, setiap strata diambil 10%. Angka 10% ini disebut pecahan sampling (sampling Fraction), yang berasal dari 5000 : 500. Sedangkan untuk disproporsional, sampel sejumlah 500 dibagi rata dalam 4 strata menjadi 125 setiap strata. [29]
1.4. Klaster Sampling (Cluster Sampling).
Pengambilan sampel dengan cara klaster (cluster random sampling) adalah melakukan randomisasi terhadap kelompok, bukan terhadap subjek secara individual. Sebagai contoh, diandaikan pada suatu asrama besar yang terdiri dari 100 kamar, mahasiswa menghuni kamar-kamar yang masing-masing berisi 5 orang. Dengan cara klaster, pengambil sampel tidak kita lakukan  lewat randomisasi terhadap 500 orang mahasiswa secara individual melainkan lewat randomisasi  terhadap kamar sebagai klaster. Misalnya dipilih secara random 60 kamar dari 100 kamar yang ada dan menjadikan seluruh penghuni kamar terpilih sebagai sampel sehingga kita memiliki 60x5 = 300 orang mahasiswa sebagai subjek.
Keuntungan yang jelas dari cara random klaster, bila dibandingkan dengan cara random sederhana maupun cara random strata, adalah segi efisiensi kerja yang menyangkut waktu dan biaya. Apalagi mengingat bahwa dalam pengambilan sampel cara klaster, membuat daftar klaster-klaster yang lengkap adalah jauh lebih mudah dari pada membuat daftar individu dalam seluruh populasi. Pada sisi lain, kelemahan yang nyata dalam cara klaster adalah kesulitan untuk mengukur besarnya sampling error.[30]
2.      Teknik pengambilan sampel yang bersifat non-probabilitas
Sampel non-probabilitas adalah suatu teknik pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang atau kesempatan yang sama kepada setiap anggota populasi untuk terpilih sebagai sampel penelitian. Teknik pengambilan sampel ini pada lazimnya digunakan apabila tidak ada kerangka sampel yang jelas, atu dengan pertimbangan-pertimbangan lain yang dapat diterima secara ilmiah.[31]
Teknik pengambilan sampel yang bersifat non- probabilitas dapat dibedakan  beberapa jenis yaitu:
2.1.Sampel sembarangan (haphazard sampling)
Teknik pengambilan sampel secara sembarang digunakan apabila teknik-teknik lain tidak mampu dilakukan. Karena teknik pengambilan sampel jenis ini besar kemungkinan kurang mencerminkan cirri-ciri populasi akibat sampel yang diambil secara sembarang.
Langkah-langkah yang dilakukan bila menggunakan teknik sampel sembarangan ini ialah:
a.       Menetapkan jumlah sampel yang akan diambil, misalnya 200.
b.      Mengambil sampel secara sembarangan
Kalau misalnya populasi penelitiannya adalah mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, maka peneliti yang menggunakan teknik sampel sembarangan ini cukup menunggu di pintu gerbang kampus USU. Siapa di antara mahasiswa yang kebetulan lewat pada waktu itu, merekalah yang dijadikan sebagai sampel penelitian hingga terpenuhi jumlah sampel yang diinginkan, yaitu sebanyak 200 orang.
Kelemahan teknik sampel sembarangan ini ialah anggota sampel dapat menumpuk pada kelompok tertentu yang kebetulan dijumpai ketika itu. Seperti menumpuk pada mahasiswa fakultas tertentu, jurusan tertentu, senester tertentu, dan jenis kelamin tertentu yang kebetulan dijumpai ketika penyebaran angket, kalau misalnya angket yang dijadikan sebagai alat pengumpul data. Sehingga dipandang kurang mencerminkan cirri-ciri populasi mahasiswa USU yang sangat beragam dari segi fakultas, jurusan, semester dan jenis kelamin. Sedangkan kelebihan teknik sampel sembarang ini adalah memudahkan bagi peneliti untuk mendapatkan sampel dan ketika pengumpulan data. [32]
2.2. Sampling Purposive
Sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Misalnya akan melakukan peneliti tentang kualitas makanan, maka sampel sumber datanya adalah orang yang ahli makanan, atau penelitian tentang kondisi politik di suatu daerah, maka sampel sumber datanya adalah orang yang ahli politik. Sampel ini lebih cocok digunakan untuk penelitian kualitatif, atau penelitian-penelitian yang tidak melakukan generalisasi.[33]
Persoanalan utama dalam teknik purposive adalah menentukan kriteria, dimana kriteria harus mendukung tujuan riset. Kalau tujuan riset adalah untuk mengetahui opini terhadap siaran TV, maka orang-orang yang termasuk penonton TV dengan frekuensi yang tinggi (missal antara 5-10 jam) adalah sampel yang relavan, karena diasumsikan opini mereka akan sangat mendalam. Beberapa riset kualitatif sering menggunakan teknik ini dalam riset obsevasi eksploratoris atau wawancara mendalam. Biasanya teknik purposive dipilih untuk riset yang lebih mengutamakan kedalaman data daripada untuk tujuan representative yang dapat digeneralisasikan.[34]
2.3.Sampling Kuota (Quota Sampling).
Teknik ini hampir sama dengan teknik purposif. Sampling kuota ini adalah teknik untuk mengumpulkan sampel dari populasi yang mempunyai kriteria-kriteria tertentu sampai jumlah kuota yang diinginkan periset. Dalam teknik ini, periset menentukan jumlah tertentu untuk setiap strata (kuota) lalu menentukan siapa saja orang-orang yang memenuhi kriteria sampai jumlah yang ditentukan (kuota) terpenuhi. Misalnya periset tertarik untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara orang-orang yang mempunyai pesawat radio dengan yang tidak mempunyai peasawat radio. Periset mempunyai data bahwa 40% populasi mempunyai pesawat radio, sedang 60% tidak. Periset menentukan sampel berjumlah 100 orang, maka sampel yang diseleksi adalah 40% dari total sampel yang mempunyai pesawat radio dan 60% dari total sampel yang tidak mempunyai pesawat radio. Hal ini untuk  merefleksikan karakteristik populasi. Contoh lain, lima orang staf PR meriset kepuasan karyawan Hotel Marina. Karyawan Hotel terbagi dalam 5 divisi kerja, dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan periset. Sampel ditentukan 50 orang. Sehingga masing-masing divisi ditentukan (dikuota) sebesar 10 orang yang dipilih berdasarkan kriteria-kriteria yang ditentukan periset.[35]
Keuntungan metode ini adalah mudah, murah dan relative cepat melaksanakannya. Akan tetapi, hasilnya hanyalah berupa kesan-kesan umum yang masih bersifat “kasar” dan tidak dapat digeneralisasikan. Dalam sampel kita dapat dengan sengaja memasukkan orang-orang yang memiliki ciri-ciri yang kita inginkan. Salah satu kelemahan yang perlu diperhitungkan adalah kecenderungan memilih orang yang mudah didekati bahkan yang dekat dengan kita, yang mungkin ada biasnya dan memiliki ciri yang tidak dimiki populasi secara keseluruhan.[36]
2.4. Sampling Snowball
Teknik ini banyak ditemui dalam riset kualitatif, misalnya riset eksplorasi. Sesuai namanya, teknik ini bagaikan bola salju yang turun menggelinding dari puncak gunung ke lembah, semakin lama semakin membesar ukurannya. Jadi, teknik ini merupakan teknik penentuan sampel yang awalnya berjumlah kecil, kemudian berkembang semakin banyak. Orang yang menjadi sampel pertama diminta memilih atau menunjuk orang lain untuk dijadikan sampel lagi, begitu seterusnya sampai jumlahnya lebih banyak. Misalnya periset ingin mengetahui bagaimana respon masyarakat desa terhadap program Koran masuk desa. Biasanya teknik ini digunakan tatkala periset kesulitan menentukan responden yang potensial dan bersedia diwawancarai. Salah satunya cara dengan menemukan seseorang atau beberapa orang lebih dahulu, apakah secara kebetulan, lewat kenalan, melalui iklan atau cara lain. Kemudian periset meminta responden yang telah diwawancarai untuk merekomendasikan siapa saja yang bisa diwawancarai. Proses ini baru berakhir bila periset merasa data telah jenuh, artinya periset merasa tidak lagi menemukan sesuatu yang baru dari wawancara.[37]
D.    Penentuan Jumlah Sampel
Tidak ada ketentuan jumlah sampel yang baku yang disepakati oleh para ahli. Namun ada beberaapa faktor yang mempengaruhi jumlah sampel, yaitu:
1. Tingkat keakuratan hasil penelitian yang dituntut oleh peneliti. Ada kecenderungan bahwa semakin besar jumlah sampel yang diambil dengan teknik yang benar, maka akan semakin akurat.
2. Tingkat perbedaan karakteristik populasi, apabila cirri-ciri atau karakteristik populasi sangat beragam (heterogen), maka diperlukan jumlah sampel yang lebih besar. Akan tetapi apabila karakteristik populasi bersifat homogen (seragam), maka jumlah sampel tidak perlu besar.
3. Tingkat sampling eror (penyimpangan sampel) yang ditolerir oleh peneliti. Dalam hal ini juga ada kecenderungan bahwa jumlah sampel yang lebih besar dapat mengurangi sampling eror. Penambahan jumlah sampel antara 50-100, dapat mengurangi sampling eror sebanyak 2,1–7,1 %. Akan tetapi penambahan jumlah sampel antara 1000-2000, hanya mengurangi sampling eror 1,6-1,1%. Maknanya, penambahan jumlah sampel yang terlalu besar, tidak memberikan konstribusi yang besar kepada pengurangan sampling eror.
4. Keragaman varibel yang diteliti. Apabila jumlah variable yang diteliti banyak dan beragam, memerlukan jumlah sampel yang lebih besar.
5. Teknik analisis data yang digunakan. Peneliti yang menggunakan analisis statistik multivariate, memerlukan jumlah sampel yang lebih besar, dibandingkan dengan penelitian yang menggunakan tebel-tebel tunggal.
6. Jumlah anggota dan luasnya wilayah populasi. Jumlah anggota populasi yang besar dan wilayah populasi yang luas, memerlukan jumlah sampel yang lebih besar dibandingkan dengan jumlah anggota populasi yang kecil dan wilayah populasi yang terbatas. [38]
Neuman (1997:222) membedakan populasi dari segi jumlah anggotanya kepada tiga jenis, yaitu:
-          Populasi kecil yang mempunyai anggota kurang dari 1000
-          Populasi menengah yang mempunyai anggota 10.000
-          Populasi besar yang mempunyai anggota 150.000 atau lebih.
Dan menawarkan jumlah sampel berdasarkan jumlah anggota populasi sebagai berikut:
Populasi                       Sampel
< 1000                         30%                 = 300 orang
10.000                         10%                 = 1000 orang
150.000                       1%                   = 1500 orang
10.000.000                  0,025%            = 2500 orang.
Di samping itu, menurut Comrey (1973), dalam analisis multivariate jumlah sampel adalah sebagai berikut:
Jumlah Sampel                                                Prediket
50                                                                    Very poor (sangat buruk)
100                                                                  Poor (buruk)
200                                                                  Fair (cukup)
300                                                                  Good (baik)
500                                                                  Very good (sangat baik)
1000                                                                Excellent (memuaskan)
Tawaran-tawaran tentang jumlah sampel di atas tidak baku, dan masih banyak pendapat yang lain. Peneliti dapat menetapkan jumlah sampel yang akan diambilnya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ilmiah, dan mengambil sampel dengan teknik pengambilan sampel yang sesuai.[39]
Untuk menentukan ukuran sampel dari suatu populasi para ahli mengemukakan bermacam-macam cara, antara lain:
1.      Pendapat Slovin
Untuk menentukan ukuran sampel, Slovin memberikan rumusan sebagai berikut:

                            N
            n = -------------------
                        1 + N.e2
Di mana:
n          =          ukuran sampel
N         =          ukuran populasi
E          =          persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan, misalnya 2%, kemudian e ini dikuadratkan.
Pemakaian rumus diatas, mempunyai asumsi bahwa populasi berdistribusi normal’
Untuk informasi lebih jauh tentang pemakaian rumus diatas Paguso, Garcia, dan Guerrero (1978) yang dikutip Evilla (1994 dalam Husein 2000:108), memperlihatkan batas kesalahan yang tidak digunakan pada ukuran populasi. Ada yang 1%, 2%, 3%, 4%, 5%, dan 10%. Tabel yang dimaksud adalah tabel 10.3.
2.      Pendapat Gay
Gay mengatakan bahwa ukuran minimum sampel yang dapat diterima berdasarkan pada desain penelitian yang digunakan, yaitu sebagai berikut:
a.       Metode deskriptif, minimal 10% populasi. Untuk populasi relative kecil minimal 20% populasi.
b.      Metode deskriptif-korelasional, minimal 30 subjek
c.       Metode ex post facto, minimal 15 subjek per kelompok.
d.      Metode eksperimental, minimal 15 subjek per kelompok.[40]
3.      Pendapat Isaac dan Michael
Penentuan jumlah sampel dari populasi tertentu, untuk tingkat kesalahan, 1%, 5%, dan 10%. (lihat tabel 5.1). Rumus untuk menghitung ukuran sampel dari populasi yang diketahui jumlahnya adalah sebagai berikut:               
     Î»2. N. P. Q
                                    S          =          ------------------------
                                                               d2 (N-1) + λ2. P.Q
λ2 dengan dk = 1, taraf kesalahan bias 1%, 5%, 10%.
P=Q=0,5. d=0,05. s=jumlah sampel. [41]
Jadi makin besar jumlah sampel yang mendekati populasi, maka peluang kesalahn generalisasi semakin kecil dan sebaliknya makin kecil jumlah sampel menjauhi populasi, maka makin besar kesalahan generalisasi (diberlakukan umum).
4.      Pendapat Yamane
Digunakan untuk populasi yang besar yang didapat dari pendugaan proporsi populasi.                                     N
N =      -----------------------
                                                 Nd2 + 1
Misalnya kita ingin menduga pembaca Koran dari populasi 4000 orang. Presisi ditetapkan di antara 5% dengan tingkat kepercayaan 95%, maka besarnya sampel adalah:
     4000
N =      ---------------
            4000 x (0,05)2 + 1
N = 364[42]
E.     Kesalahan Sampel
Kesalahan sampling (sampling error) yaitu perbedaan antara suatu estimasi sampel dengan nilai parameter populasi yang sesungguhnya. Ada dua tipe kesalahan yang menyesatkan estimasi sampel, yaitu:
a.       Kesalahan percobaan, yaitu kesalahan yang timbul dari pebedaan estimasi yang terjadi apabila sampel yang sama diambil dari popilasi yang sama. Tingkat kesalahan ini dipengaruhi oleh variabilitas dalam populasi dan jumlah sampel yang diambil.
b.      Kesalahan sistematis, yaitu kesalahan yang timbul dari kurang memadainya teknik pengukuran dan pemilihan sampel.[43]
Ada beberapa kesalahan dalam pemilihan sampel yang dicatat oleh Borg and Gall (1979) dari penilaiannya terhadap beberapa laaporan penelitian, yaitu:
1. Peneliti tidak menentukan populasi teersedia dan populasi target serta tidak menunjukan kesamaan antara keduanya.
2. Peneliti menggunakan sampel yang terlalu kecil untuk memungkinkan analisis subkelompok.
3. peneliti tidak menggunakan sampling bertingkat/berstrata pada penelitian yang memerlukan jumlah subjek subkelompok yang memadai.
4. Bila menggunakan subjek sukarelawan, peneliti tidak memberikan keterangan yang cukup tentang perbedaan dengan nonsukarelawan dan tidak mempertimbangkan kesukarelaan ini dalam menafsirkan hasilnya.
5. Peneliti mengubah teknik samplingnya untuk memenuhi tuntutan sekolah agar mau bekerja sama.
6. Penaliti tidak memberi alasan dalam memilih ukuran sampel.
7. Peneliti memilih sampel yang tidak sesuai dengan tujuan penelitiannya.
8. Peneliti memilih kelompok eksperimen dan kontrol dari populasi yang berbeda.[44]

Daftar Pustaka

Azwar, Saifuddin. 2010.  Metode Penelitian.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Muhamad, 2008.Metode Penelitian Ekonomi Islam Pendekatan Kuantitatif.
Jakarta, Rajawali Pers.

Hadjar, Ibnu.1999. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kuantitatif Dalam
Pendidikan. Jakarta,Raja Grafindo Persada.

Kholil,Syukur. 2006. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung:
Citapustaka Media.

Kriyantoro, Rachmat, 2008. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta;Kencana.

Margono,2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta; PT Rineka Cipta.

Masyhuri, 2008. Metode Penelitian (Pendekatan Praktis dan Aplikatif). Bandung,
Refika Aditama

Sugiyono, 2011.Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif, dan R&D.Bandung,
Alfabeta.

Faisal,Sanafiah, 1995. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta, Raja Grafindo
Persada.










Tugas matakuliah: Metodologi Penelitian Komunikasi
 Oleh Dosen: Prof. Dr. H. Syukur Kholil, MA.
Judul makalah:
Populasi dan Sampel
Disusun oleh: Risa Wisuda
PROGRAM PASCASARJANA
IAIN SUMATERA UTARA

[1]Muhamad, Metode Penelitian Ekonomi Islam Pendekatan Kuantitatif. (Jakarta, Rajawali Pers, 2008). hlm; 161
[2] Ibnu Hadjar, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kwantitatif Dalam Pendidikan. (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1999). hlm;133
[3] Syukur Kholil, Metode Penelitian Komunikasi.( Bandung: Citapustaka Media; 2006). hlm:68
[4]Rachmat Kriyantoro, Teknik Praktis Riset komunikasi. ( Jakarta;Kencana;2008). hlm;71
[5] ibid
[6] Margono, Metodologi Penelitian pendidikan.( Jakarta; PT Rineka Cipta; 2005). hlm; 118
[7] Ibid, Hlm; 119
[8] Ibid, Hlm; 118
[9] Ibid,Hlm; 120
[10] Saifuddin Azwar, Metode penelitian.(Yogyakarta, Pustaka Pelajar). 2010.hlm;77
[11] Masyhuri, Metode Penelitian (Pendekatan Praktis dan Aplikatif).( Bandung, Refika Aditama, 2008).hlm;152
[12] Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif, dan R&D.(Bandung,Alfabeta.2011). hlm; 81.
[13] Muhamad, Metode Penelitian Ekonomi islam Pendekatan Kuantitatif. (Jakarta, Rajawali Pers, 2008). hlm; 162
[14] Masyhuri, Metode Penelitian (Pendekatan Praktis dan Aplikatif).( Bandung, Refika Aditama, 2008).hlm;153
15 Syukur Kholil, Metode Penelitian Komunikasi.( Bandung: Citapustaka Media; 2006). hlm:69


[16] Rachmat Kriyantono,Teknik Praktis Riset komunikasi. (Jakarta;Kencana;2008). hlm;71
[17] Sanafiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial.( Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1995). hlm:58
[18] Masyhuri, Metode Penelitian (Pendekatan Praktis dan Aplikatif). (Bandung, Refika Aditama, 2008).hlm;155
[19] Syukur Kholil, Metode Penelitian Komunikasi.( Bandung: Citapustaka Media; 2006). hlm:69
[20] Masyhuri, Metode Penelitian (Pendekatan Praktis dan Aplikatif).( Bandung, Refika Aditama, 2008).hlm;161
[21] Syukur Kholil, Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: (Citapustaka Media; 2006). hlm:71
[22] Ibid:Hlm 71
[23] Sanafiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial. (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1995). hlm:58
[24] Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.(Bandung, Alfabeta). 2011. hlm; 82.

[25]Syukur Kholil, Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: (Citapustaka Media; 2006). hlm:73
[26] Ibid;hlm;74
[27] Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset komunikasi. (Jakarta;Kencana;2008). hlm;73
[28] Ibid;Hlm:74
[29] Ibid; Hlm; 74
[30] Saifuddin Azwar, Metode Penelitian.(Yogyakarta, Pustaka Pelajar. 2010).hlm;77
[31] Syukur Kholil, Metode Penelitian Komunikasi.( Bandung: Citapustaka Media; 2006). hlm:76

[32] Ibid;Hlm; 77
[33] Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.(Bandung, Alfabeta. 2011).hlm; 85
[34] Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset komunikasi.( Jakarta;Kencana;2008). hlm;78

[35] Ibid;Hlm; 78                                                                   
[36]  Muhamad, Metode Penelitian Ekonomi Islam Pendekatan Kuantitatif. (Jakarta, Rajawali Pers, 2008). hlm; 174
[37]  Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi.( Jakarta;Kencana;2008). hlm;80
[38] Syukur Kholil, Metode Penelitian Komunikasi. (Bandung: Citapustaka Media; 2006). hlm:80


[39] Ibid;Hlm;81
[40] Muhamad, Metode Penelitian Ekonomi Islam Pendekatan Kuantitatif. (Jakarta, Rajawali Pers, 2008). Hlm; 181
[41] Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif, dan R&D.(Bandung, Alfabeta. 2011). Hlm;86
[42] Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset komunikasi. (Jakarta;Kencana;2008). Hlm;83
[43] Muhamad, Metode Penelitian Ekonomi Islam Pendekatan Kuantitatif.( Jakarta, Rajawali Pers, 2008). Hlm; 163
[44] Ibnu Hadjar, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kwantitatif Dalam Pendidikan.( Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1999) Hlm;153